Memahami Perjuangan Anti Rokok dan Modus Pelemahannya



Orang-orang yang telah meyakini keburukan rokok bagi kesehatan, bahkan bagi kehidupan, cepat atau lambat, langsung maupun tak langsung, mereka memosisikan diri sebagai pejuang-pejuang anti rokok, yang dilakukan secara sendiri-sendiri maupun berkelompok dalam suatu lembaga atau organisasi. Hal yang sangat menggembirakan, mereka yang telah memantapkan diri berada di barisan penyelamat kesehatan masyarakat ini, tidak terlalu memikirkan hasil apakah komunitas perokok akan berhenti atau tidak. Yang paling serius dipikirkan oleh mereka adalah intensitas, kualitas, dan kontinuitas dari perjuangan yang mereka lakukan itu.

Bahwa jika kemudian jumlah perokok menjadi berkurang misalnya, cukup hal itu membuat mereka bergembira dengan penuh rasa syukur. Tapi sebaliknya, manakala tidak terjadi penurunan jumlah perokok umpamanya, sudah cukup hal itu untuk membuat gelora perjuangan mereka semakin membara, karena kegembiraan hakiki menurut mereka adalah jika perjuangan menyadarkan masyarakat akan bahaya dari barang yang mengandung 4000 racun itu bisa selalu dilaksanakan secara konsisten, di manapun dan kapanpun.

Salah satu lembaga nirlaba yang terkenal sangat getol melakukan perjuangan kesehatan masyarakat di bidang ini adalah LM3 (Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok). Dalam rangka memperingati ulang tahun mereka yang ke-20, lima tahun yang lalu, LM3 mempersembahkan sebuah dokumentasi eksklusif kiprah panjang perjuangan mereka dalam tajuk: TIADA KATA MENYERAH. Mata saya berkaca-kaca membaca dokumentasi perjuangan LM3 itu. Siapapun yang telah terbuka mata hatinya akan kebenaran keburukan rokok bagi kesehatan dan kehidupan akan segera mematikan rokok yang sedang mereka gunakan dan melemparkannya ke tempat sampah sambil bertekad untuk tidak pernah menyentuh lagi barang yang telah dihukumi HARAM di banyak negara itu.

Orang yang merokok itu memikul dosa dua kali tiap kali mereka menghisap rokok, apalagi jika mereka melakukannya di dekat orang yang tidak (mau) mengonsumsi barang yang mengandung 4000-an racun itu. Kalkulasi dua dosa dan kelipatannya itu, sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh seorang ulama tafsir lulusan Universitas Al-Azhar, Mesir, Prof.Dr.M.Quraish Shihab, MA di dasarkan atas dua pertimbangan. Pertama, orang yang merokok itu mengganggu dan atau membahayakan orang lain. Kedua, mereka yang mengonsumsi barang yang merusak kesehatan itu, telah menganiaya diri sendiri. (Lihat juga 4000 Racun dalam Satu Wadah Itu)

Hemat saya pribadi, orang yang merokok tidak hanya memikul dosa dua kali, melainkan minimal tiga kali dan kelipatannya, setelah ditambahkan satu pertimbangan lagi dari dua pertimbangan di atas, yakni menghambur-hamburkan sumber daya (dana) untuk sesuatu yang sia-sia bahkan mencelakakan diri sendiri dan atau orang lain.

Modus Pelemahan Perjuangan Anti Rokok

Dalam salah satu berita yang pernah dilansir oleh TEMPO, yang kemudian dirujuk pula oleh LM3 dalam laporan dokumentasi perjuangan mereka, Industri Rokok memiliki kebiasaan membagi-bagikan THR kepada pimpinan DPRD dan para Anggotanya. TEMPO edisi 25 Oktober 2004 misalnya, mengetengahkan sebuah fakta: Pihak Gudang Garam biasa membagikan THR bagi para Pimpinan dan Anggota Legislatif Kota Kediri (LM3, Maret 2010).

Membagi-bagikan THR, siapapun pelakunya, saya kira merupakan sebuah kebaikan tersendiri, khususnya ketika tidak ada pretensi apapun di dalamnya, diberikan dengan ketulusan penuh, atau dengan keikhlasan yang murni. Pertanyaannya adalah, apakah pemberian Industri Rokok kepada pihak legislatif itu berada dalam koridor kemurnian semacam itu? Hanya Allah yang Maha Tahu. LM3 menyorot para penerimanya sebagai orang yang tidak memiliki sensitivitas (kepekaan) terhadap komplikasi di balik tipologi pemberian semacam itu. Dalam bayang-bayang perangkap pelemahan seperti ini, maka regulasi yang benar-benar bisa lebih berpihak kepada kesehatan dan kehidupan publik yang lebih baik masih akan menghadapi tantangan yang tidak sedikit. Apalagi, jika “perangkap” itu (dalam corak yang lain) meluas pula hingga ke ranah eksekutif misalnya. LM3 menyebutnya sebagai ‘Persekutuan Industri Rokok dengan Birokrasi’. Relasi birokrat dengan pengusaha rokok nonpribumi (Tionghoa) sebagai penyandang dana dalam kegiatan pemerintah seringkali menimbulkan gesekan kepentingan yang sulit terelakkan. Masih melekat kuat dalam memori kita, negeri ini pernah dihebohkan dengan insiden “hilang”-nya ayat tentang tembakau/nikotin dalam proses finalisasi Rancangan Undang-Undang Kesehatan beberapa tahun silam.

Perlu dicatat, berbagai modus pelemahan perjuangan anti rokok, apapun bentuk atau coraknya, hanya akan dilakukan orang-orang yang belum bisa melihat atau menyakini potensi tragedi kesehatan di balik penggunaan rokok . Sebaliknya, bagi pihak-pihak yang secara “haqqul yaqin” telah meyakini kebenaran fakta-fakta kerusakan demi kerusakan di balik penggunaan barang dengan 4000-an racun itu, tidak akan pernah ada cerita pelemahan (maupun kelemahan) perjuangan. Yang terjadi justru adalah eskalasi perjuangan anti rokok yang semakin bergelora. ALLAHU AKBAR !

Post a Comment for "Memahami Perjuangan Anti Rokok dan Modus Pelemahannya"