Quo Vadis Konfrontasi Ahok dan FPI




“Saya sudah siapkan surat resmi ke Biro Hukum supaya dikirim ke Kemenkumham. Saya rekomendasikan agar berdasarkan undang-undang, ormas FPI dibubarkan di seluruh Indonesia,” kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Senin 10 Nopember 2014, sebagaimana dikutip banyak media. (Baca: Ahok Segera Surati Kemenkumham Untuk Bubarkan FPI)

Ahok mungkin lupa, wilayah “kekuasaan” dia kan sebatas DKI, bagaimana dia merekomendasikan pembubaran FPI seluruh Indonesia...?!”

 ***
Sebenarnya ada beberapa hal yang saya suka dari diri Ahok, meski dia berbeda Agama dengan saya. Namun demikian saya harus katakan juga dengan jujur, bahwa tidak sedikit sikap Ahok yang saya benar-benar tidak simpati. Satu hal yang saya suka dari mantan Bupati Belitung Timur itu adalah konsistensinya yang sangat kuat pada sikap antikorupsi. Apakah konsistensi tersebut akan langgeng sepanjang hayat? Hanya Allah yang Maha Mengetahui.

Sebaliknya, hal tidak simpati yang saya nilai dari diri Ahok adalah pola komunikasi beliau yang banyak melabrak zona kesopanan normatif. Andaikan Ahok bisa mengoreksi kekurangannya di wilayah ini, saya yakin tidak akan ada resistensi sikap terhadap dirinya, dari manapun asalnya. Kalau toh ada, tidak akan semasif seperti saat ini.

Dari sedikit fakta tentang Ahok di atas, saya berpesan kepada sahabat-sahabat saya yang nonmuslim: “Ambil pelajaran berharga dari diri Ahok. Tirulah kelebihannya dalam memperjuangkan dan mempertahankan komitmen antikorupsi, sambil menghindari pola komunikasi yang kontraproduktif dengan zona kesopanan normatif di tengah komunitas yang heterogen seperti Indonesia kita tercinta”

Dan, khusus kepada saudara-saudara saya yang muslim saya berharap, konsistensi kuat pada pengejawantahan komitmen antikorupsi sejatinya adalah nilai-nilai kebenaran universal yang sangat patut kita padukan (atau selalu disandingkan) dengan semangat dakwah di seluruh lini, atau di ranah manapun.


***
Front Pembela Islam (FPI)
Bagaimana dengan FPI? Sebagai manusia biasa, tentu FPI tidak luput dari sejumlah kekurangan. Tapi kembali saya harus katakan dengan jujur lagi bahwa, begitu banyak hal positif yang saya banggakan dari FPI. Sayang, di tengah fenomena Islamophobia yang ada, kebaikan FPI seperti tertimbun oleh kekuatan pencitraan negatif para pendukung Islamophobia. Bahwa FPI punya kekurangan, ya mungkin-mungkin saja, namanya juga manusia. Tapi sejumlah tuduhan negatif yang dialamatkan kepada FPI selama ini, mayoritas adalah bentuk stereotip hasil rekayasa sistematis dari orang-orang yang tidak suka Islam. Dan banyak media yang memainkan peran di ranah ini, sadar atau tidak sadar.

FPI di mata saya, ibarat komunitas lebah madu. Sengatannya lumayan kalau ada yang mencoba mengusik. Rekayasa stereotiplah yang berhasil membuat opini publik seolah-olah FPI anarkis. "Madu" yang dihasilkannya nyaris tak terlihat oleh mata yang sudah rabun kebenaran. Dengan kata lain, rasa “manis FPI” sulit dijelaskan kepada orang yang tidak pernah (atau tidak mau) mencicipi “gula FPI”.

Bubarkan FPI ?
Tatkala sejumlah pihak (termasuk Ahok) menginginkan FPI dibubarkan, mohon maaf kalau saya katakan itu bukan solusi produktif. Atas nama hukum positif di negeri ini mungkin saja FPI bisa dibubarkan, tapi prediksi saya beberapa detik setelah ormas FPI dibubarkan, misalnya, akan tumbuh “FPI baru” dengan nama yang berbeda tetapi dengan visi-misi yang sama, dan bahkan bolehjadi dengan ghirah perjuangan atau jihad yang ribuan kali lebih dahsyat. Saya yakin itu !!! Dunia ini terlalu remeh untuk ditakuti, apalagi kalau hanya sekedar ancaman mati.

وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا۟ فِى سَبِيلِ اللَّـهِ أَمْوٰتًۢا ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ. فَرِحِينَ بِمَآ ءَاتَىٰهُمُ اللَّـهُ مِن فَضْلِهِۦ وَيَسْتَبْشِرُونَ بِالَّذِينَ لَمْ يَلْحَقُوا۟ بِهِم مِّنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُون. يَسْتَبْشِرُونَ بِنِعْمَةٍ مِّنَ اللَّـهِ وَفَضْلٍ وَأَنَّ اللَّـهَ لَا يُضِيعُ أَجْرَ الْمُؤْمِنِينَ 

Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam ke­adaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bersenang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekha­watiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bersenang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyia­kan pahala orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imran: 169-171)

وَلَا تَقُولُوا۟ لِمَن يُقْتَلُ فِى سَبِيلِ اللَّـهِ أَمْوٰتٌۢ ۚ بَلْ أَحْيَآءٌ وَلٰكِن لَّا تَشْعُرُونَ 

Dan janganlah kamu mengatakan terha­dap orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Bahkan mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya. (QS. Al-Baqa­rah: 154)

Karena itu, hal mendasar yang sangat relevan untuk di kedepankan oleh Kementerian Hukum dan HAM, dan juga Kementerian Dalam Negeri dalam persoalan konfrontasi Ahok-FPI misalnya, bukan persoalan dibubarkan atau tidak ormas FPI, melainkan bagaimana mendesain pola pembinaan persuasif yang bermutu dan berkesinambungan bagi ormas-ormas yang ada (tak terkecuali FPI). Ketika ada ormas yang dianggap tidak sesuai dengan harapan segelintir publik, maka domain pembinaan dari stakeholder terkait perlu mendapat sorotan yang sama tajamnya dengan perhatian yang ditujukan pada domain lainnya. Kalau pilihan ini yang ditempuh, maka upaya meretas jalan menuju demokrasi yang lebih beradab saya yakin bisa diwujudkan.

Harap menjadi catatan penting, pola pembinaan persuasif sebagaimana yang diharapkan di atas, membutuhkan kerangka kerja dialogis-empatik yang tulus terutama dari pihak pengemban jabatan-jabatan publik, di strata administratif manapun adanya. Ini konsekuensi logis yang melekat erat dalam substansi jabatan publik itu sendiri. Tinggalkan jabatan publik jika tidak ingin masuk dalam wilayah konsekuensi logis tersebut.

Saya kira, catatan singkat saya di atas telah meletakkan dasar-dasar pemikiran etis, sehingga paling tidak ketika terbetik pertanyaan publik “hendak dikemanakan” (quo vadis) fakta konfrontatif Ahok-FPI, segelintir publik tidak semata-mata berfikir satu arah saja untuk membubarkan salah satu Ormas Islam yang konsisten mengibarkan bendera perjuangan amar ma'ruf nahi munkar itu, sebab bagaimanapun langkah tersebut bukan solusi yang konstruktif bagi proses panjang membangun demokrasi yang kuat di bawah naungan nilai-nilai keadilan. Hingga detik ini saya masih berdiri di atas keyakinan yang kuat bahwa, sejarah negeri-negeri yang hancur lebur yang terabadikan dengan baik dalam Al-Quran adalah bagian dari pembelajaran berharga untuk membuka mata hati setiap insan betapa vitalnya pengejawantahan amar ma'ruf nahi munkar itu. Hidup FPI. Allahu Akbar !!! (La Ode Ahmad)

Post a Comment for "Quo Vadis Konfrontasi Ahok dan FPI "